*IQ SEORANG HAMBA ALLAH SWT*
By : Ustdz Syah Roni,S.Ag (Paif Kec. Pakal)
Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ibnu Rajab Al-Hambali ra mengatakan: Asy-Sya’bi berkata: “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.” Meninggalnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini menunjukkan keberadaan ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan rahmat dan barakah dari Allah SWT. Terlebih Rasulullah SAW mengistilahkan mereka dalam sebuah sabdanya:
“Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan.” Kita telah mengetahui bagaimana kedudukan mereka dalam kehidupan kaum muslimin dan dalam perjalanan kaum muslimin menuju Rabb mereka. Semua ini disebabkan mereka sebagai satu-satunya pewaris para nabi sedangkan para nabi tidak mewariskan sesuatu melainkan ilmu.
Di antara tanda kiamat adalah Pertama, “ilmu diangkat”. Dan setelah itu tidak di temukan pengganti yang setara. Kematian satu ulama tidak bisa diganti dengan 1000 manusia lain. Maka akhirnya yang terjadi adalah pemimpin-pemimpin yang bodoh dan seterusnya. Sehingga mereka memberikan fatwa dengan ilmunya yang sangat dangkal.
Kedua, kebodohan melanda umat manusia. Makna kebodohan umat manusia melanda umat manusia, sesungguhnya jika makna ini dikaitkan dengan kehidupan kita sekarang secara lahiriyah tidak tepat, karena justru sekarang ini ilmu pengetahuan diangkat mencapai tingkat tinggi. Bahkan karena kecerdasan manusia, 10 tahun atau 100 tahun yang lalu yang belum diketahui manusia sekarang bisa terkuak, ilmu pengetahuan di bidang ilmu teknologi. Maka sekarang ini justeru mencapai tingkatan yang tertinggi dalam ilmu teknologi dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.
Untuk itu, kalau begitu di mana letaknya kebodohannya? Maka jawabannya difirmankan oleh Allah SWT surah Ar Ruum [30] : 7. Yang maknanya : Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.
Sesungguhnya mereka itu pintar menjelang hari kiamat itu tapi kepintaran mereka adalah hanya untuk melayani kepentingan dunia Sementara mereka tentang kehidupan akhirat mereka bodoh dan lalai. Maka sesungguhnya yang dimaksud kebodohan yang melanda manusia adalah kebodohan tentang hakekat kehidupan akhirat.
Suatu kesempatan Rasulullah SAW ditanya : Ya Rasulullah ayyul mu’min afdhal? Qaala ahsanuhum khuliqan ( Hai Rasulullah siapa orang mukmin yang mulia dihadapan Allah? Beliau menjawab : yaitu yang terbaik akhlaknya). wa ayu muslimin aqyas? qaala aktsaruhum lil mauti dzikron wa ahsanuhum lima ba’da dzaalika isti’daadan (Dan siapa muslim yang cerdas? beliau menjawab : muslim yang cerdas adalah mereka yang mengingat hidup sesudah mati, dan yang paling baik persiapan menghadapi hidup sesudah mati). Dari pernyataan Rasulullah ini maka bisa ditarik suatu kesimpulan yang lain, bahwa manusia yang paling bodoh adalah manusia yang beraktivitas semata-mata menghasilkan kepentingan dunia dan melalaikan akhirat.
Manusia-manusia yang bodoh adalah manusia yang pintar akan kehidupan dunia, tetapi mereka melalaikan kepentingan akhirat. (QS. at-taubah [9] 9 ), yang maknanya : Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu.
Mereka mencari ilmu, mengkaji tafsir al-qur’an tetapi tujuan bukan untuk mencari kebenaran yang hakiki, bukan untuk mencari ridho Allah, bukan untuk bekal di akhirat tetapi mencari ilmu untuk bisa membantah yang lain, untuk bisa mengalahkan yang lain, mengalahkan demi kepentingan dunianya mereka telah memperjualbelikan ayat-ayat Al-Qur’an.
Akhir-akhir ini kita sering mendengarkan komentar-komentar, bahkan karena kepentingan dunia, karena kepentingan politik, lalu menggunakan logikanya dengan mengatakan kalau al-Qur’an itu multitafsir, tidak ada kebenaran yang mutlak. Memang betul tidak ada kebenaran yang mutlak dari manusia, tetapi Rasulullah telah menjamin, bahwa ulama itu adalah adalah pewaris para nabi. Maka mereka merekalah yang punya ilmu untuk menafsirkan ayat-ayat secara benar sebagaimana Allah kehendaki, walaupun tidak persis seperti yang dikehendaki Allah SWT. Maka ulama-ulama besar seperti Ibnu Katsir, imam At Thobary, Imam Fakhrurozi menafsirkan ayat yang sama terkait dengan surah Al Maidah [5] :51.
Janganlah orang-orang beriman sekali-kali mengambil orang Yahudi dan Nasrani sebagainya aulia ( penolong) makna lain adalah pemimpin. Inilah penafsiran mayoritas ulama. Mereka-mereka adalah ulama’ yang alim, mereka hafal Al-Qur’an dan sekian banyak hadis, maka penafsiran mereka mendekati apa yang sesungguhnya dikehendaki oleh Allah.
Janganlah karena kepentingan tertentu ada oknum-oknum yang mengatakan penafsiran mereka tidak harus dijadikan rujukan, dengan mengatakan Al-Qur’an multi tafsir. Inilah yang menjual ayat-ayat Al-Qur’an. Kalau orang seperti itu merajalela, maka bencanalah yang akan terjadi. Itulah sejelek jelek apa yang mereka lakukan.
Kita adalah hamba-hamba Allah yang menyadari bahwa kehidupan dunia ini bukanlah akhir, tetapi kehidupan yang akhir adalah setelah mati. Kehidupan kita yang hakiki adalah kehidupan akhirat. (Q.S. Al Ankabuut [29] 64. Maknanya : Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.
Maka kecerdasan orang-orang yang senantiasa mengingat hidup sesudah mati, mempersiapkan hidup di dunia untuk kehidupan kelak di akhirat. Karena hakekat kehidupan itu adalah nanti. Orang yang cerdas tentu lebih memilih kehidupan yang hakiki. Dunia hanyalah sebagai sarana untuk mencapai tingkatan hakiki. Maka sebaliknya orang yang bodoh adalah orang yang terjebak hanya mencari kehidupan dunia dan melalaikan akhirat. Termasuk orang yang mementingkan dunia adalah mereka yang membodoh-bodohkan ulama’ padahal sesungguhnya mereka adalah orang yang dekat: dengan Allah. (Q.S. Fatir [35] 28).
Waktu senantiasa mengikuti perjalanan umat manusia. Termasuk di dalamnya adalah umat Islam, yang kini telah sampai pada perjalanan yang demikian panjang. Hari demi hari, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun, jarak antara mereka dengan zaman risalah semakin jauh. Jarak antara mereka dengan zaman keemasan umat ini telah demikian panjang, sehingga kualitas mereka dengan kualitas umat yang hidup di masa keemasan itu pun demikian jauh berbeda. Sungguh, melihat keadaan umat ini sekarang, benar-benar membuat hati pilu dan dada sesak.
Kebodohan demikian merajalela, para ulama semakin langka, dan semakin banyaknya orang bodoh yang berambisi untuk menjadi ulama. Keadaan ini merupakan peluang besar bagi pelaku kesesatan untuk menjerumuskan umat ke dalam kebinasaan.
Dulu, di saat ilmu agama menguasai peradaban manusia dan ulama terbaik umat memandu perjalanan hidup mereka, para pelaku kesesatan dan kebatilan seolah-olah tersembunyi di balik batu yang berada di puncak gunung dalam suasana malam yang gelap gulita. Namun ketika para penjahat agama tersebut melihat peluang, mereka pun dengan sigap memanfaatkan peluang tersebut, turun dari tempat “pertapaan” mereka dan menampilkan diri seakan-akan mereka adalah para “penasihat yang terpercaya.”
Di masa-masa sekarang ini, gambaran kebenaran menjadi kejahatan yang harus dilabrak dan dihanguskan. Tauhid menjadi lambang kesyirikan yang harus ditumbangkan dengan segala cara. Situasi dan kondisi kini telah berubah. Para pengikut kebenaran menjadi asing di tengah-tengah kaum muslimin. Kebatilan menjadi Al-Haq dan Al-Haq menjadi batil, berikut terasingnya orang yang bertauhid dan mengikuti sunnah. Di sinilah letak ‘kehebatan’ para penyesat dalam mengubah kebenaran hakekat agama, sehingga kaum muslimin menjalankan agama ini bagaikan robot yang berjalan membawa anggota badannya.
Namun Allah SWT Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya dan tidak akan membiarkan para pelaku dan penyebar kesesatan itu merusak agama dan menyesatkan mereka secara menyeluruh. Allah SWT telah berjanji di dalam Kitab-Nya . (Q.S. Al-Hijr: 9, Ash-Shaff: 8 dan 9) Mudah-mudahan Allah membimbing kita menjadi manusia manusia yang cerdas secara spiritual, disamping kemungkinan kita diberi kecerdasan rasional, tetapi yang utama adalah kecerdasan spiritual dengan kata lain itulah IQ hamba Allah SWT.