Oleh : Ustadz Zunadam, S.Ag, M.Sy
1. Pengertian Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah
Kata sakinah, mawaddah, wa rahmah sering didengar, namun kebanyakan orang belum tahu arti dari sakinah, mawaddah, wa rahmah tersebut.
Ketiga istilah tersebut dari firman Allah:
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum [30]:21)
SAKINAH
Dalam Tafsirnya Al-Alusi menyatakan sakinah adalah perasaan cenderung kepada pasangan. Ini hal yang wajar. Menurut imam Ibnu Katsir wanita (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang sebelah kiri. Sehingga laki-laki memiliki kecenderungan pada wanita. Allah berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,“ (QS Ali ‘Imran [3]: 14)
Apabila kecenderungan ini disalurkan sesuai dengan aturan Islam maka akan tercapai ketentraman dan ketenangan. Karena makna lain dari sakinah adalah ketenangan sebagaimana firman Allah:
هُوَ الَّذِي أَنزلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (QS Al-Fath: 4)
Demikian pula firman Allah SWT:
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS Al-Fath:18)
Ketenangan dan ketentraman inilah yang menjadi salah satu tujuan pernikahan. Karena pernikahan adalah sarana efektif untuk menjaga kesucian hati dan terhindar dari perzinahan. Nabi saw bersabda:
يا معشر الشباب من استطاع الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج
Artinya: “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Karena pernikahan dapat menundukan pandangan dan menjaga kemaluan” (Muttafaq ’alayhi dari jalur Abdullâh ibn Mas’ûd)
MAWADDAH DAN RAHMAH
Mengenai pengertian mawaddah menurut Imam Ibnu Katsir adalah al mahabbah (rasa cinta) sedangkan ar rahmah adalah ar-ra’fah (kasih sayang). Dalam tafsir al Alusi penulis mengutip pendapat Hasan, Mujahid dan Ikrimah yang menyatakan mawaddah adalah makna kinayah dari nikah yaitu jima’ sebagai konsekuensi dari pernikahan. Sedangkan ar rahmah adalah makna kinayah dari keturunan yaitu terlahirnya keturunan dari hasil pernikahan. Masih dalam tafsir al Alusi ada juga yang mengatakan bahwa mawaddah berlaku bagi orang yang masih muda sedangkan ar-rahmah bagi orang yang sudah tua.
Implementasi dari mawaddah wa rahmah ini adalah sikap saling menjaga, melindungi, saling membantu, memahami hak dan kewajiban masing-masing antara lain memberikan nafkah bagi laki-laki. Sangat indah perumpamaan yang disebutkan dalam Al Qur’an mengenai interaksi suami-istri. Allah berfirman:
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS Al-Baqarah [2]: 187)
Pakainan adalah lambang dari kehormatan dan kemuliaan karena salah satu fungsi pakaian adalah untuk menutup aurat. Aurat sendiri maknanya adalah sesuatu yang memalukan. Karena memalukan maka harus ditutup. Maka demikianlah seharusnya hubungan suami-istri. Satu sama lain harus saling menutupi kekurangan pasangannya dan bersinergi untuk mempersembahkan yang terbaik.
2. Mana yang didahulukan, Membina Cinta dan kasih sayang dahulu baru Menikah, ataukah menikah lebih dahulu Baru Membina Cinta dan kasih sayang untuk mencapai Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah ?
Menurut ayat di atas (QS.30 / Ar-Ruum : 21). Urutannya adalah Azwaajan (Berpasangan /menikah lebih dulu), baru kemudian Li taskunuu (proses Mencapai Ketenangan), lalu mawaddah wa Rahmah (Membangun Cinta dan Kasih Sayang). Karena Rasa Cinta dan kasih sayang yang dilampiaskan atau dihabis habiskan sebelum pernikahan, maka saat memasuki pernikahan Rasa Cinta dan kasih sayang sudah berkurang. Hal ini dikarenakan Dalam Islam tidak diajarkan berpacaran (kebebasan dan penyalahgunaan pelampiasan Cinta dan Kasih Sayang). Walaupun demikian bukan berarti dilarang untuk Ta’aruf (saling mengenal lebih dekat dan beradaptasi) terlebih dahulu. Kata Ta’aruf itu sendiri diambil dari firman Allah swt dalam surah 49 / Al-hujurat ayat 13 :
تَوَّابٌ رَّحِيمٌ يأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَـكُمْ شُعُوباً وَقَبَآئِلَ لِتَعَـرَفُواْ …….
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…….”. [49 / Al-hujurat ayat 13]
Bisa saja perjodohan terjadi antar suku dan daerah, dimana satu sama lain memiliki cirri khas, karakter, adat tradisi dan kebiasaan masing-masing. Dengan Ta’aruf,bertujuan agar saling mengenal dan bisa saling baeradaptasi terlebih dahulu.
3. Bagaimana Membangun Rumah Tangga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah ?
Membangun Rumah Tangga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah, ada kalanya pasangan yang diberi kemudahan dalam mewujudkannya,dan ada pula kalanya tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi butuh proses yang cukup panjang. Antara lain :
1. Sakinah, Mawaddah wa Rahmah adalah karunia Allah swt. Maka Perbanyaklah kita memohon kepada-Nya.
2. Hendaknya selektif dalam memilih Calon Pasangan. Antara lain, sebagaimana sabda Nabi saw :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لاِرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda:Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya.Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.
3. Mengetahui Hak dan Kewajiban masing masing.
Misal kewajiban Suami :
Dari Mu’awiyah Al Qusyairi ra, ia bertanya pada Rasulullah saw mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah saw bersabda,
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Kewajiban Istri :
Rasulullah saw bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Abu Hurairah ra, dia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw , “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Dst.
Referensi: Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 3: 197-204