Pernikahan merupakan ikatan cinta suci antara dua insan manusia untuk hidup bersama, yang dilandasi semata karena niat ibadah kepada Allah swt. untuk membangun dan membina biduk rumah tangga. Pada hakikatnya, ibadah merupakan misi sentral dalam penciptaan manusia ke dunia. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya surat Az-Dzariyat ayat 56.
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Dzariyat: 56).
Al-Qur’an juga menyebut istilah pernikahan ini dengan mitsaqan ghalidzan, yang bermakna “perjanjian yang kokoh, kuat, lagi berat”. Perjanjian ini diisyaratkan dengan adanya perjanjian antara Allah swt dan Rasulullah Muhammad saw. Oleh karenanya, hendaknya perjanjian ini diucapkan dengan serius, bersungguh-sungguh, tidak pula main-main, bahkan “hanya dilakukan sekali untuk selamanya” sepanjang kehidupan manusia di dunia. Pernikahan adalah ibadah terpanjang, karena itu orang yang sudah berketetapan hati untuk menikah, dituntut untuk menjaga kelanggengan ikatan pernikahan mereka, begitu pula keutuhan bahtera rumah tangga yang dijalani.
Dalam kehidupan berkeluarga, Islam memberikan tiga perkara pokok yang harus selalu diperhatikan. Tiga kata itu sangat familier di telinga kita, meskipun sepintas mengandung istilah yang sama, akan tetapi jika ditelisik lebih dalam sesungguhnya memiliki arti yang berbeda. Ketiga kata kunci itu adalah mawaddah, rahmah, dan sakinah. Pertama, mawaddah, yang berarti kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. M. Quraish Shihab mengatakan mawaddah adalah cinta plus.
Dalam menjalani kehidupan keluarga tentu tidaklah senantiasa berjalan mulus, terpaan masalah datang silih berganti. Dalam kondisi seperti ini, sikap mawaddah harus dikedepankan. Di sinilah saatnya mengimprovisasi rasa cinta kepada pasangan. Bahwa kita menerima segala kekurangan yang ada, dan meyakini bahwa dia adalah pasangan terbaik kita pilihan Allah swt. Kedua, rahmah, yang bermakna saling simpati, menghormati, dan menghargai antara satu dengan lainnya. Ungkapan itu harus “dibiasakan” dan seringkali ditunjukkan dalam bentuk ucapan. Alangkah indahnya dalam kehidupan rumah tangga antara suami-istri ringan hati mengucap terima kasih, minta maaf dari dan untuk pasangannya. Sikap kasih dalam rahmah dilandasi spiritualitas, yaitu kemampuan menorehkan kebermaknaan dalam kehidupan kerkeluarga.
Ketiga, adalah sakinah. Ternyata Islam belum merasa cukup ketika memberi bekal dengan untaian mawaddah dan rahmah saja, Al-Qur’an juga perlu menambah dengan kata kunci pokok yang sangat penting, yaitu sakinah. Dirasa kurang pemupukan sifat mawaddah dan rahmah kalau tidak didukung kebutuhan dan kesadaran yang mendalam. Maka Islam mensyaratkan kedamaian, ketenteraman, keharmonisan, kekompakan, kehangatan, keadilan, kejujuran, dan keterbukaan yang diinspirasikan berlandaskan spiritualitas asas Ketuhanan. Keterpaduan ketiga sifat essensial ini merupakan kunci pokok dalam keberhasilan membina dan membangun kehidupan berkeluarga yang bahagia. Semoga kita semua selalu diberi kemudahan dalam membangun keluarga bahagia.
Kusairi
PAIF kec.Gubeng