ISLAM NUSANTARA
Islam datang di Nusantara masyarakat Indonesia sudah memeluk agama Hindu, Budha, Animisme dan Dinamisme. Islam datang di Nusantara sejak jaman Kerajaan Kalingga. Saat itu Khalifah Utsman bin Affan mengutus pasukan lautnya yang di pimpin oleh Muawiyah bin Abu sofyan untuk melakukan ekspedisi mengenalkan Agama Islam ke China dan Nusantara. Hal ini bersumber dari kabar yang dibawa oleh para saudagar Arab yang berdagang ke Nusantara dan menceritakan bahwa di Nusantara ada kerajaan Hindu Budha yang sangat mamkmur. Itulah Kerajaan kalingga yang dipimpin oleh seorang Ratu bernama Shima. Setelah melakukan dialog damai, akhirnya putra mahkota Kalingga bernama Jay Shima memeluk agama Islam. ( Sumber : Ilmu Politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai Sekarang ; oleh H.Zainul Abidin Ahmad, Bulan Bintang 1979 )
Perkembangan Islam di nusantara ini memiliki pengalaman unik yang berbeda dengan di negara lain, lantaran adanya keberagaman budaya dan tradisi antara satu pulau dengan pulau lainnya. Perjumpaan Islam dengan budaya (tradisi) lokal menimbulkan akulturasi budaya. Kondisi ini menyebabkan ekpresi Islam tampil beragam dan bervariasi sehingga kaya kreativitas kultural-religius. Meslipun kondisi tersebut dinilai menyimpang atau dianggap tidak genuine dengan Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ekpresi Islam yang berasal dari persentuhan ajaran-ajaran Islam dengan budaya (tradisi) lokal telah melahirkan berbagai identitas baru yang melekat pada Islam. Identitas Islam yang baru ini menimbulkan kebingungan bagi orang-orang awam, melahirkan penolakan dari kalangan Islam skripturalis maupun formalis, tetapi menumbuhkan rasa simpati bagi kalangan Islam moderat, bahkan sangat menarik perhatian bagi para ilmuwan sosial untuk mengamati dan mencermati keunikannya masing-masing. Mereka berusaha menangkap kekhasan masing-masing identitas Islam itu sehingga dapat dibandingkan satu sama lain. Sebab keberagaman ekpresi ini merupakan keniscayaan sosiologis.
Berkaitan dengan hal tersebut dalam laporan surat kabar Republika 25 Januari 2008, menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengingatkan bahwa corak Islam di Indonesia adalah Islam yang moderat, penuh nilai-nilai tasamuh (toleran), tawazun (seimbang) dan I’tidal (lurus) yaitu Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hal ini tentu didasarkan pada kenyataan di lapangan yang kita hadapi dan harus kita sadari bahwa Islam hanya satu itu terletak pada substansinya, namun ekpresi penampilannya sangat beragam. Mohamad Ali menegaskan bahwa Islam itu satu. Namun, ketika Islam telah membumi, pemahaman dan ekpresi umatnya sangat beragam. (Sumber : Sukron Ma’mun, S.Ag.M.A, Dosen Character Building, Universitas Bina Nusantara, Jakarta, 12 Juli 2021 )
Islam membawa Sare’at, bertemu dengan budaya local nusantara, muncullah warna kehidupan baru, kehidupan beragama yang diwarnai dengan budaya Nusantara, baik itu berupa kesenian, adat istiadat, termasuk didalamnya mode pakaian nusantara saat itu. Sare’at tetap berjalan, budaya yang tidak berseberangan dengan sare’at juga tetap berjalan.
Jika di Arab kita jumpai shalat menggunakan gamis, di nusantara kita memakai sarung untuk melaksanakan kewajiban shalat. Sare’at menutup aurat tetap terjaga, budaya sarung juga tetap terjaga.
Muslim yang hidup dan berperadaban nusantara. Tetap menjaga Sare’at Islam, dan tetap juga memelihara budaya warisan leluhur nusantara, Keduanya dapat bersatu dalam budaya masyarakat nusantara yang beragama Islam. Itulah secuil tentang ISLAM NUSANTARA.
Mashulatun Nasiah
PAIF KECAMATAN SUKOLILO