“Bahwasanya ia (Mu’awiyah bin Jahimah) datang kepada Nabi SAW, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku ingin berperang dan aku datang untuk meminta petunjukmu.’ Nabi SAW bersabda, “Apakah engkau memiliki ibu?’, ‘Iya’. ‘Menetaplah dengannya karena sungguh surga berada di bawah kedua kakinya.”
(HR Ibnu Majah, An-Nasa’i, Ahmad, Ath-Thabrani.
Pesan moral hadis ini menjadi salah satu pijakan, betapa seluruh yang tumbuh dalam diri kita adalah upaya ibu yang luar biasa, air susu nya mengalir menjadi darah dan daging, bahkan hingga Syurga kita pun berada dalam ridloNya. Sekaya apapun seorang anak, tidak akan mampu meng-uangkan kembali keringat ibunya saat anaknya berada dalam kandungan. Sembilan bulan sepuluh hari bukan waktu yang singkat membawa janin yang semakin hari semakin berat karena ukuran janin yang semakin hari semakin membesar. Pergerakan badan ibu yang mengandung pun tidak bisa lagi cepat dan sigap karena harus memperhatikan keamanan dan keselamatan kandungannya. Dalam Al Qur’an Allah SWT menyampaikan bagaimana lemahnya seorang ibu saat mengalami hal itu
Luqman ayat 14
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.
Sementara di ayat lain juga disebutkan
Al-Ahqaf ayat 15
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا ۗحَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۗوَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.”
Memberikan pengasuhan yang luar biasa tanpa ada keluhan sedikitpun adalah terasa menyenangkan bagi seorang ibu, karena hanya Ridlo Allah SWT yang semua para ibu harapkan, karena impian para ibu kelak putrinya menjadi harapan nya dan keluarga agar bisa menjadi investasi akhirat kelak.
Maka sebagai seorang anak tidak bisa dibenarkan ketika mendapatkan kedua orang tuanya sudah memasuki masa senja, terutama ibunya,mereka enggan untuk menyayangi dan memperhatikan, karena lebih fokus pada urusan keluarga kecilnya. Padahal roda dunia terus berputar hingga akhir zaman. Mereka yang dikandung, dilahirkan, dibesarkan dan dinikahkan, dan mereka berkeluarga. Disitulah mereka sudah berada di posisi orang tua mereka sendiri. Bagaimana jika kebaktian diri tidak dilaksanakan sejak awal berkeluarga, apakah tidak khawatir jika putra-putri mereka kelak akan memperlakukan mereka dengan perlakuan yang sama. Karena apa yang kita lakukan sudah tercatat dan akan menuai hasilnya. Maka dharma Bhakti anak kepada ibu dan Bpknya bukan sekedar kewajiban hakiki tapi menjadi kebutuhan Ruhani yang harus kita jalankan. Karena mereka tetap berupaya untuk mempertahankan keberadaan surga kita. AllahuAkbar……..
MARLICHAH SITI CHOLIDAH
PAIF KECAMATAN SIMOKERTO