Kebebasan Berpendapat dalam Tinjauan Syari’at Islam.
Berpikir dan berpendapat merupakan potensi dasar yang sebaiknya dikembangkan oleh manusia. Dengan kata lain, Islam mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk berpendapat, yang itu tidak dapat dipisahkan dari potensi sekaligus perintah Allah SWT agar manusia senantiasa berpikir. Ada banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia senantiasa berpikir. Misalnya saja firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah: 219
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
“Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kamu supaya kamu memikirkannya”.
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ (20) وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ (21)
Dalam surat lain, yakni surat Adz Dzaariyaat: 20–21 Allah SWT menjelaskan,
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?”.
Dalam hal berpendapat kemudian Allah SWT memberikan penjelasannya dalam surat Asy Syura: 38 yang berbunyi:
وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka….”.
Lewat surat tersebut dapat dipahami bahwa Islam sangat mengenal konsep musyawarah, yang tentu didalamnya terdapat menyampaikan pendapat bahkan adu argumen. Alamiahnya, proses tersebut tentu sangat melibatkan ra’yu (akal) agar tercapai keputusan yang benar dan memecahkan masalah. Abu Zahrah dalam kitabnya “Tanzhim al-Islam” bahkan menegaskan bahwa al-Qur’an mendorong penelitian yang rasional atas dunia di sekeliling kita, dan hal ini tidak akan mungkin tanpa kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat. al-Qur’an, dengan demikian sangat menghargai upaya-upaya rasional yang disertai dengan ketulusan dalam pencarian kebenaran dan keadilan.
Dengan demikiran, hak kebebasan berpendapat sudah semestinya dikaitkan juga dengan perintah berpikir, karena pada pelaksanaannya keduanya tidak dapat dipisahkan. Dapat dibayangkan jika kebebesan berpendapat tidak diiringi dengan proses berpikir, apa jadinya? Maka dari sini lah semua bencana dimulai.
Kaidah-kaidah Berpendapat yang Baik.
Sebagai agama yang membawa pada kemaslahatan, Islam selalu menuntun umatnya dalam hal penggunaan hak, tak terkecuali dalam kebebasan berpendapat. Seperti halnya Islam memandang bahwa orang yang hendak menjadi kaya itu adalah hak, tetapi tentu ada kaidah-kaidah bagaimana mencapainya agar tidak terjadi bencana. Untuk memahami kaidah-kaidah dalam berpendapat sebagaimana Islam mengajarkan, maka ayat-ayat di al-Qur’an dan riwayat rasul dan para sahabat dapat dijadikan rujukan,
Pertama, berkomitmen dan konsisten hanya untuk kebenaran. Dalam hal menyampaikan pendapat sebaiknya senantiasa berpegang teguh pada kebenaran dan tidak memperturutkan hawa nafsu. Apabila prinsip ini sudah dipegang, siapapun akan bersikap kritis dan tidak sembarang berbicara, serta tahu kapasitas diri dan mencari pengetahuan yang benar terkait isu yang dikomentari. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat Shad: 26 yang berbunyi:
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢبِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ
“Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”
Prinsip ini juga mengajarkan jika dalam suatu perdebatan hendaknya juga tetap menjunjung tinggi kebenaran dan jangan sampai kehilangan arah. Ada riwayat dari Anas ibn Malik yang dapat dijadikan pelajaran, beliau mengisahkan saat Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama para sahabat berkeliling Madinah, mereka bertemu dengan sekelompok kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma. Rasul kemudian memberikan tanggapan dengan tidak menggunakan kata-kata yang menyebutkan kepastian. Rasul menyampaikan: “Sekiranya mereka tidak melakukan hal itu, pohon kurma itu juga akan tumbuh baik”. Karena yang mengatakan itu adalah Rasul, maka masyarakat Madinah pun menaatinya dan meninggalkan kebiasaan yang sudah dilakukan turun-temurun. Selang beberapa waktu, ternyata pohon kurma yang biasanya tumbuh bagus tak sesuai dengan ekspektasi dan kebiasaan. Hingga akhirnya Rasul pun mengetahui bahwa usulannya kepada masyarakat Madinah tersebut justru membuat pohon kurma rusak dan tak tumbuh seperti biasanya. Dengan segala kerendahan hati, Rasul pun berkata kepada para kaum di Madinah tersebut, “Antum a’lamu bi amri dunyakum” (kalian lebih mengetahui urusan tersebut). Rasul mengajarkan jika suatu kebenaran telah tampak, maka sebaiknya berpegang teguhlah padanya.
Kedua, berpendapat dengan cara yang baik. Berpendapat dalam bentuk apapun sebaiknya tidak dengan hinaan, olok-olok dan bentuk lain yang melukai. Sebaik apapun isi pendapat jika disampaikan dengan kata-kata yang melukai maka tidak akan berguna sama sekali. Rasulullah SAW sendiri sudah berpesan sebagaimana dalam H.R. Bukhari:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.”
Bahkan Firman Allah dalam surat al-An’am: 108 juga sudah jelas mengatur hal ini:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas..”Tampah pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
Ketiga, tetap mengedepankan persatuan. Saat terjadi perbedaan pendapat, prinsip yang harus dipegang teguh adalah harus tetap menjaga persatuan dan soliditas umat. Jangan sampai terjadi perpecahan yang akan mengakibatkan bencana yang lebih besar. Sebagaimana firman Allah dalam al-Anfal: 46:
“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.”
Kesimpulan :
Islam sangat menghargai hak setiap orang dalam mengemukakan pendapat. Tetapi Islam juga mengajarkan mengenai kaidah-kaidahnya agar kebebasan berpendapat dapat membawa manfaat dan tidak mengakibatkan kerusakan. Tentu kaidah-kaidah sebagaimana dijelaskan di atas dalam implementasinya perlu dirumuskan melalui regulasi yang lebih kongkret. Dengan demikian, kebebasan berpendapat akan berlangsung dengan etis, ilmiah dan bermartabat.
By : Asy’ari, S.PdI, MH