Para Nabi Allah SWT adalah guru spritual bagi ummatnya. Misi yang diajarkan adalah ajaran tentang Ilahiyah (ketuhanan), hubungan manusia dengan Rabb-Nya, hubungan manusia dengan sesama, manuasia dengan alam atau benda-benda dunia. Mengajarkan tata nilai dalam hidup, baik dan buruk, benar dan salah. Mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Semua itu untuk kebaikan dan kebahagiaan hidup di dunia, dan kebaikan hidup di akhirat. Rasul juga menjelaskan karakteristik dan sifat-sifat dasar manusi, sesuai dengan petunjuk wahyu Allah. Sumua itu adalah dalam rangka memberi modal pengetahuan agar rasul lebih mudah untuk membimbing umatnya di jalan yang diridhoi Allah sebagai misi utama kerasulan.
Manusia cinta harta dan wanita (pasangan hidup)
Tidak di sangkal bahwa secara wajar orang yang sehat fisik akal fikiran, memiliki kecenderunagan cinta, senang dengan harta benda, wanita (bagi laki-laki) dan laki-laki (bagi perempuan) sebagaimana Firman Allah:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imran: 14)
Kebanyakan masyarakat yang berfikir sederhana, yang disebut harta itu adalah bersifat kebendaan. Bahkan ketika ada istilah untung dan rugi kadang kita lebih cepat menangkap bahwa itru bersifat kebendaan. Misalnya saja terlihat dalam salah satu dialog nabi kepada sahabatnya, Nabi SAW bertanya: “ Tahuka kalian siapa orang-orang yang bangkrut (لمفلس) itu ?, mereka (shabat) menjawab: orang yang bangkrut adalah merekan yang tidak punya Dirham (uang) dan tidak punya perhiasan” /emas, perak dan sejenisnya/ (HR.Muslim no 2581). Nampak jelas bahwa pandangan materi kebendaan paling mudah ditangkap bagi kebanyakan ummat dakwah. Nabi tidak menyalahkan jawaban para sahabat (karna persepsinya baru di sektar materi), tetapi nabi menyebutkan jawabannya atas pertanyaan orang yang bangkrut itu adalah orang yang banyak amal ibadahnya, tetapi banyak dosanya juga dan dosanya lebih banyak dari amal baiknya, itulah orang yang bangkrut sesungguhnya, artinya nabi member pelajaran bahwa rugi tidak selalu bersifat kebendaan duniawi semata, tapi ada rugi bersifat spiritual dan ukhrawi.
Memahami nilai spiritual dari kebendaan
Adalah Tsauban radhiyallahu’anhu berkata: Ketika turun ayat (At Tahubah : 34)
“Kami bersama Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebagian safar beliau. Lalu ada salah seorang sahabat yang berkata : Ada ayat yang turun menjelaskan emas dan perak*, seandainya kami mengetahui harta terbaik niscaya kami akan meraihnya. Maka Nabi SAW bersabda :
فقالَ أفضلُهُ لسانٌ ذاكرٌ وقلبٌ شاكرٌ وزوجةٌ مؤمنةٌ تعينُهُ على إيمانِه- صحيح الترمذي
“Harta terbaik adalah lisan yang senantiasa berdzikir, hati yang senantiasa bersyukur, dan istri mukminah yang membantumu diatas keimanan.” (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah)
*Ayat yang dimaksut adalah:
* وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih. (QS. At Taubah : 34)
Ada tiga hal yang disebut dalam hadis di atas bahwa, sesungguhnya harta terbaik, di atas kebaikan harta benda Emas dan Perak adalah:
- Lisan yang selalu dzikir pada Allah,
- Hati yang selalu syukur pada Allah,
- Pasangan hidup yang mengajak pada iman (kesalihan)
Bila kita memperhatikan, dengan cermat akan pesan Nabi SAW. Nabi membuka wawasan yang luas. Nabi mengajak kita untuk membuka pikiran bahwa dalam hidup ini jangan selalu berorientasi pada nilai material saja (material orientit) yaitu menilai sesuatu itu secara material atau kebendaan saja, melainkan ada yang lebih baik di balik nilai material, yaitu nilai spiritual suatu benda.
Mengagumi nilai fisik kebandaan bisa menjerumuskan
Sejatinya yang bisa disebut harta atau aset terbaik itu bukan bersifat kebendaan (emas, perak, intan berlian, isteri cantik, suami tampan), tetapi sebuah nilai spiritual yang ada di dalamnya. Niali-nilai sepritual itu akan muncul ketika harta itu di manfaatkan pada jalan yang benar. Jika pemanfaatan harta benda (emes, perak dan sejenisnya) tidak benar, bukan di jalan yang diridloi Allah justru jadi bencana nantinya, sebagaimana firman Allah : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih. (QS. At Taubah : 34). Bahkan pada lanjutan ayat itu disebutkan:
“pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.. (QS. At Taubah : 35).
Demikian juga Isteri, isteri cantik mungkin menyenangkan saat ini. Saat hidup yang singkat ini. Tetapi kebaikan yang sesungguhnya, bukan bersandar pada paras cantik, body yang ok, tetapi terletak pada kualitas iman dan pengamalan agama pada diri sendiri juga membantu kesalihan suaminya. Faktanya ada isteri yang tidak mengajak kesalehan suami, mala justru membantu kejahatan suami, sebagaimana isteri Abu Lahab, diceritakan dalam Al Qur’an:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. (Qs. Al-Masad: 1-5)
Dalam surat al Lahab atau al Masad, Allah menerangkan keadaan prilaku Abu Lahab beserta isterinya. Hartanya tidak bermanfaat, sekalipun harta berlimpa, disejajarkan juga istri cantik yang membantu kekufuran Abu Lahab, juga tidak bermanfaat untuk keselamatan hidup yang sesungguhnya. Ada nilai spiritual yang hilang sehingga harta dan Istri/suami dianggap tidak manfaat.
Berikutnya, tentang kehebatan seseorang (Haman dan Qorun di zaman Nabi Musa) pikirannya cerdas, pandai bicara, gagasannya tinggi tentang dunia, bicara apapun bisa, soal bisnis, ekonomi, teknologi, pendidikan, filsafat, boleh jadi semau cabang ilamu dikuasai, mereka orang-orang cerdas. Ini memang aset yang berharga, nilainya tinggi di duia, mungkin manfaat di dunia (walaupun pada saatnya juga hancur). Akan tetapi kalau lisannya tidak pernah dzikir ketika melihat ayat atau tanda-tanda kebesaran Allah, hatiya tidak pernah syukur pada Allah atas apa yang dia miliki atas pemberian Allah itu.
Lisan dan hati yang seperti ini tidak akan membawa manfaat sedikit pundi akhirat kelak. Lisan yang tak pernah berdzikir, walaupun hanya ucapan tahmid, tasbih, tahlil, takbir. Hati yang pernah beryukur (buta hati) karna dia hidup melupakan Allah, nanti di Akhirat akan dilupakan Allah:
Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”. (QS. Thoha: 125-126)
Dzikir, syukur dan kesalihan iman bisa menyelamatkan
Lisan yang selalu berdzikir, hati yang selalu bersyukur, dan pasangan hidup, isteri atau suami yang saling menasehati untuk lebih taat beribadah pada Allah, memiliki nilai strategis dalam hidup kita, karena menjadikan apa yang kita punya jadi bernialai yang sangat berarti bagi hidup dan kebahagiaan di akhirat. Pantas begitu pentingnya akan hal ini Nabi Muhammad SAW. Pernah berpesan yang spesifik menyebut nama kepada Sahabat Mua’ad bin Jabal:
يَا مُعَاذ! والله إني لَأُحِبُّكَ، أُوصِيكَ ياَ مُعَاذ لاَ تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تقول: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكرْكَ وَشُكرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ- رواه أبو داود،
“Ya Muad, demi Allah, sesungguhnya aku sangat sayang padamu, aku wasiatkan padamu hai Muad, jangan engkau tinggalkan setiap akhir Shalatmu, engkau berdoa: Ya Allah tolonglah aku untuk bisa selalu Dzikir Kepada-Mu, Syukur Kepada-Mu, dan Memperbaiki ibadaku” (HR. Abu Dawud)
Kita bisa saja hidup tanpa bergelimang harta emas, intan dan perak, tetapi kita punya lisan dipakai berdzikir, hati dipakai bersyukur, pendamping hidup yang mengajak ketaatan pada Allah (memperbaiki ibadah), itulah harta terbaik untuk kita.Wallahu a’lamu bishawab
Muhammad Suba’i
PAIF KUA Kec. Tambaksari-Suyabaya