Wujud citanya Allah pada hambaNya tidak selalu terasa manis, apalagi hanya mengandalkan rasa fisik atau lahiriyah. Bagaimana Allah memberikan ujian/tugas berat berupa perintah dan larangan pada para nabinya, Nabi ibrahim misalnya, dia diperintah khitan pada usia lanjut, diperintah meninggalkan anaknya yang masih bayi dan isterinya di lembah tandus tak bertanaman, tidak ada makanan, di dekat baitullah yang dimuliakan (QS. Ibrahim 37). Nabi Ibrahim juga diperintah menyembelih puteranya yang bernama Islmail. Semua ujian dan tugas berat itu adalah bukan Allah benci pada hambaNya, ternanya memang Allah sangat sayang dan mengasihi Nabi Ibrahim. Bahkan salah satu gelarnya nabi Ibrahim adalah Khalilullah (kekasih Allah). Bahwa benar Nabiyullah Ibrahim, setelah mendapatkan perintah yang sangat berat, dan dilaksankan secara sempurna oleh nabi Ibrahim, maka Allah memberikan nikmat atau kedudukan yang sangat mulia dari Allah, yaitu sebagai Imam kebaikan bagi seluruh manusia (QS. A Baqarah; 124), bahkan Ibrahim dan orang yang mengikutinya dijadikan suri tauladan yang baik bagi manusia (QS. Mumtahana: 4). Anak keturunan Nabi Ibrahim banyak yang menjadi nabi dan rasul, termasuk Nabi Muhammad SAW.
Jika kita telah membaca narasi di atas, maka kita menemukan kesesuaian dengan sabda Nabi Muhammad SWA sebagaimana tersebut di bawah ini:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ)
Diriwayatkan dari Anas ibn Malik radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai sebuah kaum niscaya Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Maka barangsiapa yang ridha (dengan ketetapan Allah –pent), maka Allah akan ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak ridha, maka Allahpun tidak akan ridha kepadanya.” (HR. At-Turmudzi, no. 2320 dan Ibnu Majah, no. 4021 dengan sanad yang hasan)
Bahwa pahala dan kenikmatan yang akan diterima seorang hamba kelak di akhirat itu sesuai dengan kadar besar kecilnya cobaan dan musibah yang dia terima di dunia dan dia bersabar atasnya. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَاب
“Sesungguhnya orang-orang yang sabar itu akan disempurnakan pahala mereka tanpa hitungan” (QS. Az Zumar: 10)
Al-Imam Sufyan Ats-Tsauriy rahimahullah berkata,
إِنَّمَا الأَجرُ عَلَى قَدرِ الصَّبرِ
“Sesungguhnya pahala itu tergantung kepada kesabaran seseorang saat mendapatkan musibah”
Bahwa pada dasarnya cobaan dan ujian yang Allah berikan kepada hamba-Nya adalah bukti cinta-Nya kepada hamba tersebut. Maka selayaknya kita menghadapi ujian dan cobaan itu dengan cinta pula. Bagian dari sikap menerima segala ujian dan cobaan yang Allah berikan dengan kepasrahan dan keridhaan dan larangan menghadapi ujian dengan
menggerutu dan berkeluh kesah, galam kehidupan yang sering dialami setiap insan. Meskipun tidaklah sama pada setiap manusia dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah. Ada yang menerimanya dengan penuh keridhaan dan ada pula yang tidak menerimanya dengan lapang dada bahkan berkeluh kesah ataupun berburuk sangka kepada Dzat yang memberikannya.
Semoga kita termasuk orang yang baik sangka pada setiap apa yang diberikan pada kita. Selama kita ridho pada pemberian Allah apaun itu bentuknya, Allah Akan ridlo pada kita. Ridlhonya Allah Pada kita itu nikmat yang terbesar dalam hidup kita.
Wallhu’alam bis shawab.
Suba’i PAIF Kec. Tambaksari