(Asy’ari, S.Pd.I, M.H)
Latar Belakang Masalah Islam menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Wujud penghargaan yang ada pada nilai-nilai kemanusiaan itu dapat dilihat pada aturan syariat yang sangat ketat memberikan sanksi pada setiap orang yang melanggar hak-hak asasi manusia. Maka, Saat ini marak dikabarkan kembali bahwa banyak kasus perdagangan manusia, atau bisa disebut dengan human trafficking. 1 Human trafficking bukanlah sebuah isu baru yang berkembang. Lembaran sejarah telah mencatat bahwa perdagangan manusia telah terjadi semenjak Indonesia berada di bawah pimpinan para raja dan pada masa penjajahan. Bahkan perbudakan atau perdagangan manusia pertama terjadi di Mesopotamia, 3.500 SM. Masyarakat pribumi kerap dijadikan budak penjajah. Masalah perbudakan inilah yang menjadi akibat dari berkembangnya human trafficking. Isu perdagangan manusia (Human trafficking) merupakan bentuk perbudakan di era modern yang terjadi diberbagai belahan dunia. Industri ini telah berjalan lama dan amat sangat pesat bahkan hal ini merupakan perdagangan dengan modus baru yang disusun dengan berbagai cara yang amat sangat rapi. Praktik perdagangan manusia (khususnya perempuan dan anak-anak) akhir-akhir ini mencapai klimaks, selain jumlah korban yang semakin besar, juga terbentuk jaringan antar pelaku (trafficker) yang tertata rapi.
Pelaku Trafficking atau biasa disebut trafficker2 adalah orangorang yang serakah yang tak pandai bersyukur atas apa yang dimilikinya. Mereka tidak puas jika keinginannya belum terpenuhi. Sedangkan harta atau hal yang dimiliki lebih banyak dari pada apa yang tidak menjadi haknya.3 Padahal, pemuliaan Allah terhadap eksistensi manusia di duniapun ditegaskan baik dalam Al-Qur’an maupun hadis. Seperti yang telah Allah firmankan dalam QS. Al-Isra’ [17]: 70.ࣖ “Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (QS. AlIsra’ [17]:70)
Sisi kemulian manusia dengan berbagai macam kenikmatan yang telah Allah berikan kepadanya tidak akan pernah terhitung nilainya. Sebagai mana nikmat ruh yang telah Allah tiupkan kepada seorang hamba, nikmat akal, nikmat penggunaan atas apa yang telah ada dilangit dan dibumi, baik yang telah dimanfaatkan maupun yang belum terungkap dan masih banyak lagi nikmat yang telah Allah berikan kepada hambanya yang tidak akan pernah akan terhitung nilainya sampai kapanpun.4 Islam berinteraksi dengan manusia sesuai batas fitrah mereka, kemampuan, realita dan kebutuhan-kebutuhan mereka yang sebenarnya. Diantara realita ini, yakni dengan fitrah yang ia bawa mampu menaikannya dari lumpur kejahilian itu. Dialah yang menciptakan manusia dan mengetahui apa yang terbesit di dalam hati kecil mereka. Alla SWT berfirman dalam QS. Al-Mulk [67]: 14, yaitu: “Apakah (pantas) Zat yang menciptakan itu tidak mengetahui, sedangkan Dia (juga) Mahahalus lagi Maha Mengetahui?.” QS. Al-Mulk [67]: 14
Masyarakat pada zaman dahulu telah mengenal jenis-jenis hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang merdeka (bukan budak), seperti yang telah dijelaskan pada hadits Aisyah r.a mereka juga mengenal macam-macam kasus prostitusi dan perbudakan. Abdullah bin Ubay pimpinan orang-orang munafik di Madinah dan pemuka kaumnya memiliki empat budak yang bekerja untuknya sebagai pelacur. Hal tersebut merupakan sisa dari perbuatan kaum jahiliah. Padahal perempuan merdeka dan perempuan yang tidak merdeka tidak dibedakan atas perbedaan ras yang mencakup asal mula manusia, tetapi disebut dengan satu asal yang menjadikan nilai kemanusiaan dan keimanan sebagai sendi keterkaitan. 5 Islam memuliakan perempuan agar tidak menjadi penjual kehormatan demi harta, tetapi merupakan haknya. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisaa [4]: 25, yaitu: …
Oleh karena itu, nikahilah mereka dengan izin keluarga (tuan) mereka dan berilah mereka maskawin dengan cara yang pantas, dalam keadaan mereka memelihara kesucian diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai peliharaannya….” QS. An-Nisâ [4]: 25.
Dilihat melalui pendekatan masalahnya, dampak dari human trafficking di Indonesia masuk ke dalam system Blame Approach, yaitu permasalahan yang diakibatkan oleh sistem yang tidak berjalan sesuai dengan keinginan atau harapan. Pelecehan seksual, angka pernikahan dini, dan stigma mengenai perceraian terjadi karena sistem tersebut yang memiliki kecenderungan untuk memperbolehkan hal tersebut terjadi serta sistem penegakan hukum yang berlaku di Indonesia juga membiarkan kasus diatas terjadi secara terus menerus. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisâ [4]:75, yaitu:
“Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orangorang yang lemah dari (kalangan) laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berdoa, “Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.” QS. An-Nisâ [4]:75. Dalam tinjauan hukum agama, Islam melarang trafficking dan menghapus semua bentuk anti-kemanusiaan. Manusia tidak boleh memperbudak manusia lain dengan alasan apapun. Seperti apa yang telah Allah firmankan dalam ayat diatas, bahwasannya Allah telah memerintahkan kepada umatnya untuk saling melindungi dan membela.
“Janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, jika mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Siapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.” (QS. An-Nur [24]: 33)
Dalam hukum Islam Human trafficking amat sangat dilarang, diharamkan dan pelakunya akan menjadi musuh Allah SWT. Karena yang dilakukan dalam Human trafficking ini seperti tipu muslihat, penculikan, kekerasan fisik dan ancaman maupun tujuan yang menjadi sasaran tindak Human trafficking seperti kepentingan untuk pelacuran, industri pornografi, penjualan organ tubuh semuanya jelas bertentangan dengan islam13 . Dengan berbagai permasalahan di atas, penulis ingin mengangkat tema ini menjadi skripsi. Untuk mengkaji permasalahan Human Trafficking dalam Al-Qur’an tentu idealnya menggunakan pandangan Mufassir kontemporer. Dengan begitu, penulis berharap menemukan solusi baru untuk mewujudkan Islam yang ramah dan toleransi.
1 comment
Luar biasa pokjaluh Surabaya…..