Home Artikel FUNGSI  DAN PERAN  PENYULUH AGAMA ISLAM

FUNGSI  DAN PERAN  PENYULUH AGAMA ISLAM

by admin

FUNGSI  DAN PERAN

 PENYULUH AGAMA ISLAM

Oleh : Marlichah Siti Cholidah S.TH.I

 

  1. PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang Masalah

Sungguh naïf bilamana ada orang yang berpredikat sebagai Penyuluh Agama,   namun tidak faham akan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) serta peranannya sebagai Penyuluh Agama. Bagaimana mungkin seorang Penyuluh Agama dapat melaksanakan tugas, fungsi dan peranannya dengan baik apalagi untuk meraih prestasi dalam melaksanakan  tugas dan pengabdiannya di masyarakat, sementara terhadap  tugas pokok, fungsi dan peranannya saja tidak mengerti.   Seharusnya para penyuluh agama terlebih dahulu harus sudah nemar-benar mngetahui akan tugas yang dibebankan kepadanya, kemudian mereka juga harus mengetahui bagaimana dalam menunaikan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya serta penuh tanggug jawab.

Di sinilah pentingnya menjaga dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), terutama dari sisi ilmu Pengetahuan dan ketrampilan yang terkait dengan bidang yang digelutinya, sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan baik sesuai harapan masyarakat. Sementara  kelompok masyarakat yang menjadi obyek / sasaran bimbingan dan Penyuluhannya beraneka ragam latar belakang Pendidikan, budaya, profesi, faham dan keyakinan,

Mengingat Agama mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan strategis, utamanya sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, juga sebagai sitem nilai yang harus dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat serta menjiwai kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pembangunan agama perlu mendapat perhatian yang lebih besar, baik yang berkaitan dengan pembinaan mental spiritualnya, maupun penghayatan dan pengamalan agamanya, maka tentu sangat dibutuhkan Para Penyuluh Agama yang berkualitas dan professional dalam memberikan  pelayanan bimbingan rohani ditengah-tengah  masyarakat.

 

  1. Permasalahan

Terkait dengan Latar Belakang Masalah tersebut, permasalahan yang muncul dan yang  ingin penulis cermati sekaligus jadi pembahasan adalah :

  1. Apa pengertian dari Penyuluh Agama?
  2. Dan Bagaimana pula Tugas, fungsi dan Peranan Penyuluh Agama?

 

  1. PEMBAHASAN
  2. Pengertian Penyuluh Agama
  3. Penyuluh

 

Kamus Umum bahasa Indonesia menggambarkan dinamika penggunaan kata penyuluh. Kata penyuluh dari kata dasar suluh, berkembang menjadi berbagai kata dan mengalami perubahan makna kata, seperti bersuluh, penyuluh, penyuluhan dan sebagainya.[1]

Arti penyuluhan secara khusus, menurut Isep adalah proses penberian bantuan kepada individu atau kelompok dengan menggunakan metode psikologi agar yang bersangkutan dapat keluar dari masalahnya dengan kekuatan sendiri, baik bersifat preventif (pencegahan), kuratif, korektif, maupun perkembangan [2]

Kata penyuluhan dalam term bimbingan dan penyuluhan merupakan terjemahan bahsa inggris councelling. Dalam bahasa sehari-hari, istilah penyuluhan sering digunakan untuk menyebut pemberian penerangan, diambil dari kata suluh yang searti dengan obor. Demikian penyuluhan kesehatan, dimaksud adalah pemberian penerangan tentang cara-cara hidup secara sehat atau penyuluhan keluarga berencana yang merupakan program kegiatan BKKBN. Sedangkan kata penyuluhan dalam term, bimbingan dan penyuluhan maksudnya adalah suatu pemberian bantuan psikologis kepada orang-orang yang bermasalah.[3]

  1. Agama 

Pengertian agama dapat dilihat dari dua sudut, yaitu doktriner, dan sosiologis psikologis.secara doktriner, agama adalah suatu ajaran yang datang dari tuhan yang berfungsi sebagai pembimbing kehidupan manusia agar mereka hidup berbahagia di dunia dan di akhirat.

Adapun pengertian agama secara sosiologis psikologis adalah perilaku manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, yang merupakan getaran batin yang dapat mengatur dan mengendalikan perilaku manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan (ibadah) maupun dengan sesama manusia, diri sendiri dan terhadap realitas lainya.

Menurut gambaran Elizabeth K. Nottingham, agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat dimana-mana” dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu, agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju kepada adanya suatu dunia yang tak dapat dilihat  (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia, baik kehidupan individu maupun kehidupan sosial.[4]

Agama dalam kehidupan individu.

Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu system nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum, norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersifat dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai system nilai agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk cirri khas.

Agama dalam kehidupan masyarakat

Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.

  1. Agama dalam pembangunan
  2. Etos pembangunan

Maksudnya adalah agama yang menjadi anutan seseorang/masyarakat jika diyakini dan dihayati  secara mendalam mampu memberikan suatu tatanan nilai moral dalam sikap

  1. Motivasi

Melalui motivasi keagamaan, seseorang terdorong untuk berkorban baik dalam bentuk materi maupun tenaga atau pikiran. Pengorbanan seperti ini merupakan asset yang potensial dalam pembangunan.

2..  Fungsi dan Peranan Penyuluh Agama

Kehidupan umat yang religius perlu dibina dan dikembangkan dalam kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan keagamaan tercermin dalam peran serta umat beragama dalam pembangunan insane seutuhnya yakni penbangunan lahir dan batin, rohani dan jasmani, material dan spiritual, kebaikan dunia akherat. Disinilah, peran seorang penyuluh agama dalam membina, membimbing masyarakat. Penyuluh agama merupakan bagian dari da’i yaitu orang yang melaksanakan tugas dakwah.[5]

Menurut apa yang dikemukakan oleh Arifin dalam bukunya yang berjudul “Pedoman Pelaksanaan bimbingan dan Penyuluhan Agama”, pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan oleh penyuluh agama agar lebih banyak memberikan kemungkinan kepada penyuluh untuk melakukan Self-direction (Pengarahan terhadap dirinya sendiri), Self-realization (Kesadaran terhadap dirinya sendiri) dan Self-inventory (pencatatan tentang kenyataan yang ada pada dirinya).[6]

 

Pada hakekatnya ada dua tugas yang di emban oleh penyuluh agama, yaitu membimbing umat dalam menjalankan ajaran agama dan menyampaikan gagasan-gagasan pembangunan kepada masyarakat dengan bahasa agama.

  1. Bimbingan Pengamalan Agama

Agama akan memberikan makna dalam hidup manusia apabila diamalkan secara benar dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam kenyataan kehidupan masyarakat, seringkali terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pemahaman dan pengamalan agama baik disebabkan pengaruh dari dalam maupun pengaruh dari luar agama islam itu sendiri.

  1. Menyampaikan Gagasan Pembangunan

Pembangunan adalah pengamalan agama, karena pembangunan merupakan usaha yang sistematis dan berencana untuk memberikan kemudahan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi manusia baik lahiriyah maupun batiniyah, dan hal itu adalah salah satu tujuan agama pula.[7]

 

Ada sejumlah persyaratan yang harus dimiliki penyuluh sebagaimana yang dikemukakan oleh E.Taylor Leona yang dikutip oleh M.Romly dalam bukunya yang berjudul “Penyuluh Agama Menghadapi Tantangan Baru”. Kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh agama adalah : [8]

  1. Memiliki pribadi yang menarik dan berdedikasi tinggi dalam tugasnya
  2. Penyuluh hendaknyamempunyai nilai-nilai kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan
  3. Penyuluh harus peka terhadap kepentingan tersuluh, memiliki kecepatan berfikir dan cerdas, sehingga memahami kehendak tersuluh
  4. Penyuluh agama harus memiliki kemampuan untuk mengadakan komunikasi sociable serta socially acceptable (dapat diterima oleh masyarakat)
  5. Penyuluh hendaknya mempunyai kepribadian yang utuh, ketenangan jiwa dan suka belajar (khususnya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tugasnya). Hal ini ditegaskan kembali oleh Bimo Walgito bahwa syarat seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun praktik.[9]

Telah banyak penelitian yang berkenaan dengan peranan ajaran agama dalam memberikan dorongan kepada pemeluknya untuk turut berpartisipasi dalam suatu proses perubahan. Dalam kajian-kajian, itu dikemukakan berbagai peranan tokoh-tokoh agama (kyai,santri dan ulama’) dalam memberikan motivasi terhadap umat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat[10]

Agama sebagai energi pembebasan adalah sebuah ideal normative, bukan (belum) merupakan kenyataan real. Dalam kenyataan realnya mesti diakui bahwa seringkali agama justru merupakan sumber aneka belenggu ketimbang sumber pembebasan.

 

Dilihat dari aspek psikologisnya, agama dan psikoterapi terdapat persamaanya. Perilaku agama (tertentu) dapat meningkatkan kesehatan mental dan mengembangakan potensinya secara baik yang tentunya sama dengan maksud diselenggarakannya konseling. Tetapi harus disadari bahwa tidak semua (perilaku) agama, baik dalam bentuk doktrin dan perilaku beragamanya, menimbulkan kesehatan dan perkembangan psikis, justru sebaliknya dapat mengarah pada perilaku patologis yaitu neurosis atau psikosis (allprot, 1950, Ellis, 1997)[11]

Freud menyatakan bahwa agama merupakan sebuah cara yang dipergunakan manusia untuk mendapatkan ketergantungan dan perlindungan yang kekanak-kanakan. Dalam keadaan takut terhadap ketidak amanan yang mendasar dalam hidup, menyembuyikan diri dari keharusan menghadapi dunia yang penuh dengan segala kekecewaan dan kekerasannya, manusia terdorong untuk membangun system religious yang menjadi tempat tujuan manusia kembali kepada perlindungan yang dimilki anak-anak dari ayah-ibunya.[12]

Sebenarnya kita tidak perlu heran bahwa kaum agama pun memerlukan etika. Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaiman ia harus hidup kalau ia menjadi baik.

  1. KESIMPULAN

Penyuluh agama islam adalah mitra atau kepanjangan tangan Kementerian Agama dalam mencapai kehidupan yang berkualitas, sejahtera lahir dan batin. Penyuluh harus peka terhadap kepentingan Masyarakat tersuluh, memilki kecepatan berfikir, sehingga memahami kehendak tersuluh.

Agama mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dan strategis, utamanya sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional.

 

  1. PENUTUP

 

Demikian makalah yang dapat saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, mohon maaf  yang sebesar-besarnya, saya juga mengharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah khasanah pengetahuan, manfaat untuk kita semua, Amien.

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

 

  • Baharudin, 2004, Paradigma Psikologi Islami (Studi Tentang Elemen Psikologi Dari Alqur’an) Yogyakarta, PUSTAKA PELAJAR, cet.1, hlm 341-342
  • Ali Mudhafir, Kamus Istilah Filsafat,(Yogyakarta: Liberty, 1992), cet. 1, hlm 114
  • Rafi’udin,et,al, Prinsip dan Strategi Dakwah, Pustaka Setia, Bandung, 2001, hlm 47
  • M Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Golden Terayon Press, Jakarta, 1997, hlm 18
  • Departemen Agama RI, Panduan Penyuluh Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Urusan Haji, Jakarta, 1987, hlm 22-23
  • M Romly, Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan Baru, Remaja Rosda Karya, Jakarta, 2002, hlm 15
  • Bimo Walgito, Bimbingan Dan Penyuluhan Disekolah, AMM offset, Yogyakarta, 1995, hlm 30
  • Achmad Mubarok, Al Irsyad An Nafsiy : Konseling Agama Teori Dan Kasus, Bina Rena Pariwara, Jakarta, 2000,  Cet.1, Hlm 1, 2, 3
  • Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, Pustaka Setia, Bandung : 2008, cet.1, hlm 142-143
  • Rosyid, Konseling Religi : Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Kantor Jurusan Dakwah Program studi Bimbingan Konseling Islam, Kudus : 2010, vol. 1, hlm 6-7
  • Dadang Kahmad, Metode Penelitain Agama, Pustaka Setia. Bandung :2000, cet, 1, hlm 73
  • Bambang Sugiharto, dkk, Wajah Baru Etika Dan Agama, Kanisius, Yogyakarta : 2000, cet. 1, hlm 263
  • Latipun, psikoligi Konseling, UMM press, Malang 2001, cet. 3, hlm 201
  • Rollo May, Seni Konseling, Pustaka Pelajar, Yogyakarta : 2003, cet. 2, hlm 207
  • Franz Magnis, dkk, Etika Dasar : Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Pusataka Filsafat, Jakarta : 1985, hlm 17.
  • M Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Golden Terayon Press, Jakarta, 1997, hlm 18
  • Departemen Agama RI, Panduan Penyuluh Agama, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Jakarta: 1987, hlm 22-23
  • M Romly Penyuluh Agama menghadapi Tantangan Baru, Remaja Rosda Karya, Jakarta :2002, hlm 15
  • Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluh disekolah AMM offset, Yogyakarta : 1995, hlm 30
  • Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, pustaka setia, Bandung :2000, hlm 73
  • Latipun, Psikologi Konseling, UMM press, Malang :2001, cet. 3, hlm 201
  • Rollo May, Seni Konseling, Pusataka Pelajar, Yogyakarta: 2003, cet : 2, hlm 207

 

[1] Wjs Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1980, Hal 1351

 

[2] Achmad Mubarok, Al Irsyad An Nafsiy : Konseling Agama Teori Dan Kasus, Bina Rena Pariwara, Jakarta, 2000,  Cet.1, Hlm 50

[3] Ibid

[4] Bambang syamsul arifin, psikologi agama, pustaka setia, bandung :2008, cet.1, hlm 142-143

[5] Rafi’udin,et,al, Prinsip dan Strategi Dakwah, Pustaka Setia, Bandung : 2001, hlm. 47

[6] H.M Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Golden Terayon Press, Jakarta, 1997, hlm 18

[7] Departemen Agama RI, Panduan Penyuluh Agama, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Jakarta: 1987, hlm 22-23

[8] A.M Romly Penyuluh Agama menghadapi Tantangan Baru, Remaja Rosda Karya, Jakarta :2002, hlm 15

[9] Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluh disekolah AMM offset, Yogyakarta : 1995, hlm 30

[10] Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, pustaka setia, Bandung :2000, hlm 73

[11] Latipun, Psikologi Konseling, UMM press, Malang :2001, cet. 3, hlm 201

You may also like

Leave a Comment

Follow by Email